Mengakhiri
perjalanan 2011 dengan berpetualang yang membutuhkan adrenalin tingkat tinggi.
Teringat tahun 2010 lalu dimana aku harus mengakhiri perjalanan travellingku
tahun itu bersama Maharani yang masih berusia 1 tahun 10 bulan mengarungi selat
Kabaena menuju Pulau Bau-Bau (salah satu kepulauan Butan) yang berada di
Tenggaranya Sulawesi.
Rempong sih
pastinya hehe tapi itu kepuasan terbesar buatku ketika aku bisa bersama
Maharani lontang lantung di pulau orang. Di sebuah kepulauan yang aku sendiri
tidak mengerti kenapa pulau Bau-bau pilihan terakhirku untuk memaksakan diri
terdampar sendiri disana.
Edisi tahun
2010, sudah pernah kutulis dalam perjalanan travelingku sebelumnya. Dan dari
Pulau Bau-bau akhirnya yang membuatku mendamparkan diri di Pulau Wangi-Wangi
yang merupakan salah satu bagian dari Pulau Wakatobi (Wangi wangi, Kaladupa,
Tomia, Binongko) di awal tahun 2011 selama 3 hari.
Ya
setidaknya, aku bersyukur diberi kesempatan menikmati keindahan alam Indonesia
ini dengan segala caraku yang serba nekad.
Untuk akhir
tahun 2011, aku menerima tawaran jalan bareng dari salah satu customerku di
Berau yang mengajakku mengunjungi Pulau Maratua.
Perjalanan
kami di mulai dari Berau. Kota kabupaten yang berada di ujungnya Borneo yang
kebetulan aku sedang ditugaskan perusahaan tempatku bekerja selama 5 bulan ini.
Pastinya kesempatan untuk explore ke daerah-daerah yang belum pernah ku
kunjungi dalam hidup tidak kusia-siakan.
Sehari
sebelum berangkat ke Pulau Maratua, aku sempat singgah terlebih dahulu ke
daerah Tanjung Selor yang merupakan kabupaten baru untuk mengantarkan barang
milik perusahaan tambang. Untuk ke Tanjung Selor butuh 2.5 jam perjalanan darat
dari Berau, Tanjung Redeb melewati hutan yang serba ngga jelas hhihi. Kenapa
kusebut ngga jelas..ya karena itu hutan emang ngga jelas..kalau disebut hutan
tapi pohon-pohonnya kenapa ngga banyak yang besar-besar..yah malah lebih
seringnya kulihat perkebunan kelapa sawit yang ramai disini.
Lanjut ke
perjalanan menuju Tanjung Selor, aku bersama driver kantor menikmati perjalanan
dengan menyetel music keras-keras. Hihihi ya maklum kami berangkat dari Berau
pukul 18.00 wita. Jadi biar tidak mengantuk, setel music deh keras-keras.
Pukul 20.30
wita, kami pun tiba di Tanjung Selor. Aku sudah membuat janji terlebih dahulu
dengan salah satu staff perusahaan tambang untuk serah terima barangnya di persimpangan
menuju Malinau. Jadi terpaksa deh dengan berselimutkan malam nan gelap pekat,
aku menanti client di simpang Tg Selor – Malinau. Untungnya aku bawa driver
yang sabarnya tingkat kabupaten. Ia tidak banyak protes ketika aku bilang kita
menunggu 1 jam lagi buat serah terima barang. Dan ia pun hanya mengangguk
menuruti perintahku.
Pukul 21.30
Wita, clientku datang dan proses serah terima kami lakukan disimpang Malinau.
Selang serah terima akhirnya kuputuskan untuk kembali ke Berau malam itu juga.
Namun sebelum aku kembali ke Berau, ternyata driverku bilang akan singgah
terlebih dahulu kerumah temannya yang berada di Tanjung Selor juga.
Sebelum
singgah, aku sempat mampir membeli 6 buah durian hutan di pasar yang berada
dekat tepian. Dan memakan 1 buahnya bersama supirku.
Ya akhirnya
aku mengiyakan keinginannya untuk singgah. Secara aku kan Cuma navigator, jadi
Cuma ngikut aja apa kata si supir yaks.
Mobil yang
kami kendarai membelah jalan Tanjung Selor. Saat itu sudah sepi dan melengang
sekali. Ya maklum juga karena kabupaten. Driverku mengemudikan kendaraan menuju
daerah SP 3 yang merupakan daerah transmigrasi. Agak ketar ketir juga sih
ketika melewati daerah tersebut. Secara aku baru teringat berita 2 minggu lalu
tentang kabupaten ini.
Ada issue
yang berkembang ketika itu, Tanjung Selor rusuh etnis. Dan sempat driverku yang
lain yang akan masuk ke wilayah tersebut pada 2 minggu lalu dilarang melintas.
Pada KM 2, sudah di blokir oleh anggota Brimob yang berjaga-jaga di perbatasan
Tanjung Selor-Berau.
Nah saat
melintas perkampungan SP 3 itu mobil yang ku kendarai melewati perkampungan
suku dayak yang merupakan prosentase penduduk terbesar di Kabupaten ini.
Apalagi saat itu sedang ada kebaktian di salah satu gereja yang kami lewati.
Kusuruh
supirku untuk mengecilkan volume musiknya, agar tidak mengganggu suasana
kebaktian mereka. Dan aku pun memasang senyum manisku dan menganggukan kepalaku
sambil berkata, “ permisi ya pak…permisi…”
Dan mereka
pun membalas dengan senyuman sumringah,” silakan bu”
Ah,
senangnya di jawab dengan senyum bapak-bapak yang sedang berjaga di depan
gereja itu.
Rumah yang dimaksud
driverku lumayan jauh juga dari Tanjung Selor. ¾ jam kami baru sampai dirumah
yang dimaksud driverku. Temannya ini rupanya merupakan suku jawa yang
bertransmigrasi sejak 15 tahun lalu.
Akhirnya
kami pun bercerita panjang lebar, dan aku orang yang memang sedikit agak bawel
banyak bertanya ini dan itu. Tentang perjuangan orangtua dari teman driverku
ini..yang nekad menjadi transmigran. Benar-benar butuh perjuangan hebat untuk
mereka mengisi kehidupan yang jauh dari sanak keluarga. Tapi tetap bisa menapak
kehidupan ini dengan lebih baik.
Tidak lama
aku dan supirku berada dirumah temannya ini, karena malam sudah melarut. Pukul
22.30 Wita kami pun pamit untuk kembali ke Berau. Sempat ditawarkan untuk
menginap namun ku tepis halus karena ku bilang aku sudah punya jadwal di esok
hari.
Dan saat
aku pamitan dan mengucapkan banyak terimakasih atas sambutannya, keluarga suku
jawa ini pun meng-oleh-olehkan aku 1 karung rambutan binjai hasil dari kebunnya
yang 2 hektar di belakang rumahnya.
Busyet dah,
mabok rambutan dah aykeh, pikirku. Dan jambu biji merah Bangkok 10 butir.
“Mba…mampir
ya kerumah kalau ke Tanjung Selor lagi…dan harus menginap dirumah kami lho”
seru pemilik rumah.
Duh
senangnya ditawarin seperti itu. Siapa sih yang tidak pingin ya..gratis gitu
bo..hehehe…
Aku
menganggukkan takzim dan melemparkan senyum lebar. Aku dan supirku akhirnya
kembali melintas jalan nan sepi di area SP 3.
Kami sempat
nyasar ketika akan keluar dari SP 3. Bagaimana tidak nyasar, kami sampai
seperti berputar-putar melewati labirin yang tidak jelas. Sempat aku senewen
sama supirku dan ngotot bahwa kalau jalan yang kita lalui ini sudah yang ketiga
kalinya.
Entah
kenapa malam itu untuk keluar dari SP 3, kami seperti tersesat arah. Apalagi
dimana-mana banyak anjing berkeliaran di jalan. Wah kalau sudah begitu, aku
sering mengingatkan supirku agar lebih berhati-hati.
“kita ini
berada di perkampungan suku Dayak, Nang..lambatkan kendaraan jangan sampai
pakai acara nabrak anjing yo.. ngeri kita urusannya,” selalu kalimat yang sama
aku sampaikan ke driverku yang bernama Anang ketika melihat anjing melintas di
depan kendaraan kami.
“Iya
bu..iya..tenang aja…ibu kan sedang bersama driver smart,” jawabnya.
“smart
apaan Nang,..kita ini dah puter-puter aja dari tadi belum ketemu jalan raya.
Ini Gereja sudah kita lewati 2 x…waduh jangan sampai dah bermalam di sini…”
sahutku.
Supirku
juga bolak balik terheran-heran. Kusuruh dia memutar kembali kearah SP 3 dan
merunut kembali arah dari rumah temannya menuju jalan raya. Setelah ada 1 jam
jam puter-puter daerah situ, ngga tahu gimana akhirnya kami bisa keluar juga
dari perkampungan tersebut.
Aku menarik
nafas lega, tidak terbayang olehku semisalnya itu kendaraan habis bbmnya dan
harus menunggu pagi di perkampungan tersebut. Bisa mati gaya akyuw…hehehe..
Begitu
keluar dari SP 3 dan ketemu jalan raya yang ke arah Berau sudah menunjukkan
pukul 23.30 wita. Gilingan bo, jelang dini hari baru keluar dari Tanjung Selor.
Dan jangan bayangkan perjalanan menuju Berau itu asik. Boro-boro asik dah.
Spooky mah iya. Secara selama diperjalanan Cuma lampu kendaraan kami saja yang
menyala. Tidak ada lampu penerangan di sisi kiri kanan jalan. Dan aku pun sibuk
komat kamit dijalan. Serta beberapa kali ku ingatkan supirku agar berhati-hati
dan waspada jika melihat “sesuatu”.
Di
perjalanan, perutku kontraksi. Persis seperti rasa mau melahirkan. Aku teringat
jadwal palang merahku. Waduh..ternyata hari ini memang jelang pmsku. Keringat
dingin pun mengalir deras dari keningku. Aku lupa tidak membawa persediaan
obatku. 1 jam aku didera rasa sakit yang hebat.
“bu…kok
jadi diem..?”tanya supirku
“sakit
perut neh…ngga tau kenapa,” jawabku sekenanya.
“wah bu…kok
bisa..tadi ibu ngga papa..atau ibu lapar kali ya?” tanyanya lagi
“aku mabok
durian…”sahutku asal. “udah deh jangan cerewet ya..aku lagi menikmati sakitnya
dulu…kamu jangan tanya ini dan itu”
“ya udah
ibu tidur aja …”
“ah kamu ini,
nanti kalau saya tidur kamu malah bawa mobil kek kesetanan..”
“ya ngga
toh bu. Saya pasti hati-hati kok”
Aku diam
saja mendengar jawaban supirku. Aku tetap berusaha tidak tidur. Dan kucoba
menikmati sakit kontraksi ini sambil meringis-ringis. Penyakit yang satu ini
kerap menyerangku setiap bulan menjelang PMS (Pre Menstruation syndrome).
Kadang sakitnya bikin lemas dari kepala sampai kaki. Tapi sering kupaksakan
untuk melanjutkan aktivitas pekerjaanku.
Biasanya
kalau sedang sakit bulanan, aku meminum mefinalku (antibiotic) pereda sakit
saja. Aku malas untuk check up kesehatanku. Yah kupikir semua wanita di dunia
ini sama saja kalau menjelang pms. Pasti ada rasa sakit yang dirasa. Dinikmati
saja sakitnya ini, toh Cuma sebulan sekali.
Pukul 02.00
wita, kendaraan kami akhirnya tiba di Berau dengan selamat. Dan aku meminta
supirku untuk mengantarkanku pulang. Aku belum sempat mempersiapkan buat acara
jalan-jalan akhir tahun. Padahal esok harinya aku harus berangkat pukul 07.00
wita ke Pulau Maratua.
Sampai
dirumah, aku siapkan baju-baju yang hendak kubawa untuk jalan ke Maratua. Aku
tidak suka bawa yang rempong-rempong. Cukup kamera DSLR yang harus ku ingat
untuk selalu di bawa. Untuk pakaian mah gampang. Tinggal masuk-masukin aja
seperlunya.
bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar